
Ajaran Islam telah mengatur sedemikian rupa setiap perbuatan manusia, terlebih lagi dalam menjalankan suatu ibadah. Dalam ibadah puasa misalnya, seringkali kita menyepelekan hal-hal kecil, seperti menunda berbuka puasa, berkata kotor, dan lain-lain. Padahal umat Muslim dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan, perlu memperhatikan adab-adab dalam berpuasa. Berikut terdapat enam adab berpuasa yang perlu diperhatikan,
Pertama, menjaga lidah dan anggota tubuh dari perilaku yang menyimpang, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةً فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa tidak meninggalkan kata-kata dusta dan melakukannya, maka Allah tidak butuh jika ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari, 3/33, Turmudzi, 2362, Turmudzi, 707, Ibnu al-Mubarak dalam az-Zuhd, 461 dan Ibnu Hajar dalam al-Fath, 4/104)
Rasulullah juga bersabda,
رُبَّ قَائِمٍ حَقٌّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ. وَرُبَّ صَائِمٍ حَظِّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ
“Banyak orang yang menunaikan qiyam Ramadan, tapi yang didapat dari qiyamnya adalah begadang dan banyak orang yang berpuasa tapi yang didapat dari puasanya adalah lapar dan haus.” (HR. Ahmad, 2/373, Thabrani dalam al-Kabir, 12/382, Ibnu Majah, 1/397, Ibnu Hibban, 654, asy-Syihab dalam al-Musnad, 1425, Ibnu Asakir dalam at-Tarikh, 1/159, ad-Darimi, 2720. Dalam al-Jami’ ash-Shaghir, 1/592, as-Suyuthi menisbahkan hadis ini kepada Thabrani, Ahmad, al-Hakim dan al-Baihaqi serta memberi simbol keshahihannya.)
Kedua, ketika diundang untuk makan, sementara ia sedang berpuasa maka sebaiknya ia berkata, “Aku sedang berpuasa.” Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw. :
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ وَهُوَ صَائِمٌ، فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمُ
“Apabila salah seorang dari kamu diundang untuk makan, sementara ia sedang berpuasa maka hendaklah ia berkata, ‘Aku sedang berpuasa.'” (HR. Muslim, 1150, Abu Dawud, 2461, Ibnu Majah, 175 dan Ibnu Syajari dalam al-Amali, 1/258)
Hal demikian dilakukan sebagai permohonan maaf kepada orang yang mengundang agar hatinya tidak kecewa. Apabila takut dikatakan riya maka ia tutupi dengan alasan lain.
Ketiga, doa yang dibaca saat berbuka puasa:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ الله
“Dahaga telah sirna, urat-urat telah basah dan pahala sudah pasti, insya Allah.” (HR. Abu Dawud, 2357, al-Baihaqi, 4/239, al-Hakim dalam al-Mustadrak, 1/422, ad-Daruquthni, 2/185, al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah, 6/265, dan Ibnu Sinni dalam ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah: 472)
Diriwayatkan pula bahwa saat berbuka ia membaca doa:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka.” (HR. Ibnu al-Mubarak dalam az-Zuhd, 1410, dan al-Bai-haqi dalam as-Sunan al-Kubrá, 4/239)
Dalam hadis lain, disebutkan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَعَانَنِي فَصُمْتُ، وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi pertolongan hingga aku mampu berpuasa dan memberiku rezeki hingga aku dapat berbuka.” (HR. Al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, 18052 dan Ibnu Sini dalam ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah, 479)
Keempat, makanan untuk berbuka adalah kurma basah atau kurma kering, atau air, karena diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau:
كَانَ يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّي عَلَى رُطَبَاتٍ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَتَمَرَاتٍ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنَ الْمَاءِ
“Berbuka sebelum salat dengan beberapa butir kurma basah. Apabila tidak ada, maka dengan kurma kering dan jika tidak ada, maka beliau meneguk beberapa teguk air.” (HR. Turmudzi, 6969, dan ia mengatakan, “Hasan-gharib,” Abu Dawud, 2356, Ahmad, 3/164, al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah, 6/266, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, 9/227 dan ad-Daruquthni, 2/185)
Beliau juga bersabda,
إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلْيُفْطِرْ عَلَى التَّمَرِ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَى الْمَاءِ، فَإِنَّ الْمَاءَ طَهُوْرُ
“Apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka hendaklah ia berbuka dengan kurma. Jika tidak mendapat kurma, maka hendaklah dengan air, karena air itu sangat suci.” (HR. Abu Dawud, 2355, Turmudzi, 695, Ibnu Majah, 1699, al-Baihaqi dalam as-Sunan, 4/238 dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, 1/431)
Kelima dan keenam, menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
تَسَحرُوا فَإِنَّ فِي السُّحُوْرِ بَرَكَةً
“Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat berkah.” (HR. Bukhari, 1623, Muslim, 1095. Dalam al-Jami ash-Shaghir nomor: 3299, as-Suyuthi menisbahkan hadis ini kepada Ahmad, Turmudzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, al-Bukhari dan Muslim)
Dan beliau bersabda,
لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرِ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Ibnu Majah, Ahmad, al-Bai-haqi, dan Abdur Razzaq)
Beliau bersabda,
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَحَبُّ عِبَادِي إِلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا
“Allah Swt. berfirman: ‘Hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah yang paling cepat berbuka.” (HR. Ahmad, 2/329, Turmudzi, 700. Dalam al-Jami ash-Shaghir nomor: 6042, as-Suyuthi menisbahkan hadis ini kepada Ahmad, Turmudzi, dan Ibnu Hibban, serta menunjukkan keshahihannya.)
Dan beliau bersabda,
لَا يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجلَ النَّاسُ الْفِطْرَ، لِأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُوْنَ
“Agama ini senantiasa unggul selama umat manusia menyegerakan berbuka, karena orang-orang Yahudi dan Nasrani mengakhirkan buka.” (HR. Abu Dawud, 2353, Ahmad, 2/450, al-Baihaqi dalam as-Sunan, 4/237, al-Hakim dalam al-Mustadrak, 1/341 dan Ibnu Abi Syaibah, 3/12)
Amr bin Maimun berkata (Amr bin Maimun al-Audi, Mukhadhram Abid min al-Masyahir, wafat pada tahun 74 H),
“Para sahabat Muhammad saw. adalah orang-orang yang paling menyegerakan berbuka dan paling mengakhirkan sahur.” (HR. Al-Baihaqi dalam as-Sunan, 4/238 dan Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf, 7591)
Makan sahur diakhirkan tiada lain untuk membantu dalam menguatkan puasa, agar tidak kepayahan karena puasa, sehingga tidak bisa melakukan banyak perbuatan taat. Antara sahur Rasulullah dan salatnya selama kira-kira lima puluh ayat (Lihat: Shahih al-Bukhari, 1921, dan Muslim, 1097).
Sedangkan berbuka disegerakan karena lapar dan haus bisa jadi membahayakan tidak ada alasan untuk memperpanjang nafsu dalam lapar dan haus, selain hal itu tidak mengandung qurbah (ibadah).